Senin, 25 Juni 2012

Mengurai mimpi menciptakan sejarah prestasi

 “Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu”. Sepintas ucapan Andrea Hirata dalam “Laskar Pelangi”. Kalimat sederhana yang tidak semua orang memahaminya. Tentu saja bukan arti mimpi sebenarnya yaitu bunga tidur. Tidak, bukan itu. Lebih unik lagi, kata guru saya KH. M. Idris Jauhari-bermimpilah di siang hari dan kejarlah mimpimu.

Jujur, kalimat “mimpi” di atas masih menjadi tanda tanya di benak saya hingga kini pun masih dalam proses pencarian makna. Pembaca bingung kenapa saya bicara tentang mimpi, di siang hari, bukankah mimpi di malam hari saja susah?. “Mimpi” ini muncul ketika masih nyantri, saya tentu saja ketika itu masih imut dan agak lugu untuk golongan santri. Guru saya (KH. M. Idris Jauhari) menjelaskan tentang menggapai cita-cita dan kesuksesan. Kami-para santri- sami’na wa atho’na dalam kebaikan dari apa yang beliau sampaikan.

“salah satu ciri orang tidak mau maju dan sukses adalah tidak memiliki kemandirian” begitu pertama kali membuat kami tersentak, bukan karena acaranya malam hari, tapi karena ketegasan beliau menyampaikan taushiah.

Saya sadar, mandiri itu kan berarti harus berdiri sendiri, berpijak pada keputusan sendiri, mampu mengatasi masalah dan kendala sendiri, mencoba mencari solusi sendiri, pokoknya semua sendiri. Masya Allah, hati saya bergejolak ketika itu, di pondok begitu amat susahnya keadaan, makan tempe tahu setiap hari-itupun-belum hitungan goreng sendiri.

Belum lagi kala mau mandi saja, kalau air pam mati, kami dengan semangat 45 harus menimba air ataupun numpang mandi di tadah air milik petani tembakau seputar pondok. Benar-benar susah keadaan kala itu, padahal setiap bulan saya sudah membayar iuran wajib santri.

Belum lagi, kala malam waktu saya belajar, pas mati lampu, genset hanya mampu menerangi beberapa tempat saja, beruntung bulan purnama, belajar di tengah cahaya bulan dan lilin. Apakah saya mengeluh? Tidak. Saya jalani perjuangan itu selama 4-5 tahun dan lulus dengan tangis bahagia orang tua.

Rupanya, maksud dari mimpi itu. Adalah berusaha sekuat tenaga, semaksimal mungkin, semampu daya pikir dan usaha. Jangan pernah menyerah dengan keadaan. Dan jangan bergantung pada alat atau sarana. Buah dari perjuangan itulah yang membawa kita menuju kesuksesan. Raihlah prestasi sebanyak mungkin. Begitu semangat menggelora ketika itu.

Saat ini, santriwan-santriwati Pesantren Al-Islami Al-Arsyadi banyak sekali bermimpi. mimpi mereka untuk mengejar prestasi terus ditingkatkan. Hal ini terbukti dengan mengikuti berbagai gelaran event menjelang akhir tahun 2011.

Di antaranya, ikut serta dalam Pertamina English Community Competition yang berlangsung 12-13 November di Balikpapan. Sebuah pengalaman berharga, yang diikuti santri dalam beberapa bidang lomba seperti, English speech, English presentation, English poetry reading, English Spelling Bee, English News Announcer, English Telling Story, English Writing. Meskipun tidak menjuarai di masing-masing bidang lomba tersebut, namun sebagai ajang perdana santri keluar kota, sebuah pengalaman manis berhasil ditorehkan walaupun hanya menjadi finalis pada English News Announcer dan English Telling Story.

Di bulan Desember, santri Al-Arsyadi kembali menorehkan prestasi di ajang bergengsi Gelar Prestasi Siswa yang diselenggarakan oleh Mapenda Kab. Kutai Kartanegara.

Di ajang ini, santri berhasil menyabet emas dalam Tenis Meja Ganda Putra Tingkat MTs Se-Kukar. Runner Up Lari 100 M Putra, Runner Up Bulutangkis Ganda Putri Tingkat MTs Se-Kukar.

Dan tentu saya sadari, saat ini, lembaga kami amat sangat jauh dari serba lengkapnya sarana, atau kurangnya pelatih ataukah guru yang berkualitas. Tidak, yang kami yakini, bahwa bukanlah sarana yang menjadi pendukung penuh prestasi kami melainkan ada kemauan dan kemandirian untuk berani tampil di panggung prestasi.


Semoga ke depannya terus menuju ke arah yang lebih baik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar